Sabtu, 28 September 2013

unintended overheard

Di suatu pagi yang cerah, ada seorang gadis baru saja sampai di kampusnya yang berada di daerah Jl. Pisangan, Ciputat. Ia terlihat sedang tergesa-gesa karena ia terlambat 5 menit untuk masuk kuliah. Iya, terlambat 5 menit baginya adalah sebuah masalah karena ia tidak ingin masalah sepele seperti terlambat 5 menit menjadi kebiasaan baginya untuk 'meringankan' masalah tersebut.
Sesampainya ia di parkiran motor, ia langsung mencabut kunci motornya dan langsung berlari-lari kecil menyusuri jalan menuju gedung kampusnya. Saat ia sudah memasuki gedung itu, waktu sedikit memihak padanya karena lift langsung terbuka dan ia segera berlari agar dapat masuk ke lift tersebut bersama mahasiswa lainnya. Untungnya, ia dapat masuk meski harus berhimpit dengan yang lainnya.
Hembusan nafas lega keluar dari mulutnya. Ia sedikit lelah karena harus mengejar waktu dan ia juga berharap dosen mata kuliah pertama belum masuk sebelum dirinya. ditengah-tengah kumpulan mahasiswa jurusan lainnya, ia pun baru sadar bahwa ada seorang laki-laki bertubuh tinggi dan putih yang satu lift dengannya. Ia acuh dengan hal itu. Menurut informasi, lelaki itu orang Palestina -gadis itu tidak tahu pasti sebenarnya. yang ia tahu, lelaki itu berdarah timur tengah-. sesaat pintu lift sudah mulai tertutup, muncul seorang gadis yang ingin menaiki lift tersebut bersama kami. tetapi sayang, pintu lift sudah tertutup. hal itu sudah biasa di tiap pagi di kampus ini.
"hey, itu kan junior kita, kan?" tanya seorang lelaki Palestina itu kepada temannya. aku sedikit kaget karena ia mulai fasih berbahasa Indonesia.
"Eh iya, bener." jawab temannya.
"Wow, pendek sekali dia." celetuk lelaki Palestina itu berwajah innocent.
sontak, teman-teman satu jurusannya tertawa terbahak-bahak sambil menilai bahwa lelaki Palestina itu agak parah menilai orang seperti itu.
"HAHAHA, parah looo. tau deh yang tinggiiiiiiii HAHAH.." kata teman-temannya sambil tertawa dan menepuk punggungnya berulang kali.
Aku ingin ikut tertawa saat itu. aku hanya berbicara pada diriku sendiri, "sumpah ya, parah banget hahah. tau deh yang tinggi. mentang-mentang bukan produk Indonesia hahahah. lumayan lah, penghibur pagi-pagi."
aku hanya senyum-senyum saja saat itu. aku pun memaklumi dia tidak bermaksud untuk menghina atau apa. karena mungkin, ia sudah terlalu terbiasa melihat orang-orang dengan postur tubuh yang tinggi.
pintu lift pun terbuka di lantai 4. Aku segera keluar dari lift menuju ruang kelasku dan masih senyum-senyum karena kepolosan lelaki Palestina itu...




- Khaerunnisa Apriani